TAJOM.ID – Tuberkulosis atau TBC merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan global hingga saat ini.
Meski sudah dikenal sejak ratusan tahun lalu dan memiliki pengobatan yang terbukti efektif, TBC tetap menempati peringkat atas dalam daftar penyebab kematian akibat penyakit infeksi, terutama di negara berkembang.
TBC disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang paling sering menyerang paru-paru, namun juga dapat menyebar ke bagian tubuh lainnya seperti tulang, ginjal, otak, dan kelenjar getah bening.
Proses Penularan
TBC tergolong penyakit menular. Penularannya terjadi melalui udara saat penderita TBC aktif batuk, bersin, atau bahkan berbicara.
Bakteri penyebab TBC keluar bersama percikan droplet halus, kemudian terhirup oleh orang lain yang berada di sekitarnya.
Meskipun begitu, penularan TBC tidak semudah penularan flu atau COVID-19. Dibutuhkan paparan dalam waktu lama dan intens, terutama dalam ruangan tertutup tanpa ventilasi memadai.
Tidak semua orang yang terpapar bakteri TBC akan langsung jatuh sakit. Sebagian besar orang sehat dapat melawan infeksi dan menahannya dalam kondisi tidak aktif atau laten.
Dalam kasus TBC laten, bakteri tetap berada di dalam tubuh namun tidak menimbulkan gejala dan tidak dapat menular ke orang lain. Jika sistem kekebalan tubuh melemah, infeksi laten dapat berubah menjadi TBC aktif.
Gejala Klinis
Gejala TBC bervariasi tergantung organ yang terinfeksi, namun gejala paling umum ditemukan pada TBC paru.
Ciri-ciri utamanya meliputi batuk berdahak yang berlangsung lebih dari dua minggu, sering disertai darah, nyeri dada, penurunan berat badan drastis, demam ringan terutama pada malam hari, dan berkeringat saat tidur.
Pada TBC di luar paru, gejalanya bisa berupa pembengkakan kelenjar getah bening, nyeri punggung atau sendi, sakit kepala, hingga gangguan ginjal, tergantung bagian tubuh yang terinfeksi.
Karena sifatnya yang beragam, TBC sering kali terlambat terdiagnosis, terutama bila menyerang organ selain paru-paru.
Siapa yang Berisiko?
Siapa pun bisa terinfeksi TBC, namun beberapa kelompok memiliki risiko lebih tinggi. Orang dengan sistem kekebalan tubuh lemah seperti penderita HIV/AIDS, diabetes, kanker, atau gizi buruk lebih rentan terhadap infeksi aktif.
Selain itu, petugas medis, narapidana, tunawisma, dan mereka yang tinggal di lingkungan padat dengan ventilasi buruk juga masuk kategori berisiko tinggi.
Faktor sosial ekonomi turut mempengaruhi persebaran TBC. Kemiskinan, akses terbatas terhadap layanan kesehatan, serta pengetahuan yang rendah tentang penyakit ini menjadi tantangan besar dalam pengendalian kasus.
Diagnosis dan Pemeriksaan
Diagnosis TBC dilakukan melalui beberapa tahap, termasuk wawancara medis, pemeriksaan fisik, dan tes laboratorium.
Pemeriksaan dahak untuk melihat keberadaan bakteri Mycobacterium tuberculosis menjadi langkah utama dalam mendiagnosis TBC paru. Sinar-X dada juga sering digunakan untuk mendeteksi adanya kelainan pada paru-paru yang mengarah pada TBC.
Metode terbaru seperti tes cepat molekuler (TCM) atau GeneXpert memungkinkan deteksi bakteri TBC sekaligus mengidentifikasi resistansi terhadap obat tertentu, terutama rifampisin.
Pemeriksaan lanjutan seperti kultur bakteri dan uji tuberkulin dapat membantu diagnosis pada kasus TBC laten atau TBC di luar paru.
Pengobatan dan Kepatuhan
TBC dapat disembuhkan dengan pengobatan yang tepat dan konsisten. Program pengobatan standar memerlukan konsumsi obat selama minimal enam bulan tanpa putus.
Kombinasi antibiotik yang digunakan meliputi isoniazid, rifampisin, etambutol, dan pirazinamid. Kepatuhan dalam menjalani terapi menjadi faktor penentu keberhasilan pengobatan.
Bila pengobatan dihentikan sebelum waktunya, bakteri TBC bisa menjadi kebal terhadap obat dan menyebabkan TBC resisten obat atau MDR-TB (Multidrug-Resistant Tuberculosis).
Kondisi ini memerlukan pengobatan lebih lama, lebih mahal, dan dengan risiko efek samping yang lebih tinggi.
Upaya Pencegahan
Pencegahan TBC dimulai dari deteksi dini dan pengobatan kasus aktif. Isolasi sementara penderita TBC aktif, penggunaan masker, dan peningkatan ventilasi ruangan menjadi langkah penting dalam mencegah penularan.
Vaksinasi BCG (Bacille Calmette-Guerin) diberikan kepada bayi sebagai upaya pencegahan dini, meskipun efektivitasnya lebih tinggi dalam mencegah TBC berat pada anak-anak dibanding TBC paru pada orang dewasa.
Program nasional pengendalian TBC juga menekankan pentingnya pelacakan kontak dan pemeriksaan rutin pada kelompok berisiko tinggi. Edukasi masyarakat dan penguatan layanan kesehatan primer menjadi pilar utama dalam menurunkan angka kejadian TBC.
Kesimpulan
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang masih menjadi tantangan serius bagi kesehatan masyarakat, terutama di negara berkembang.
Penularannya terjadi melalui udara dan dapat dicegah serta diobati jika ditangani dengan benar. Kepatuhan terhadap pengobatan dan kesadaran akan pentingnya deteksi dini menjadi kunci utama dalam menekan penyebaran penyakit ini.
Meski bukan penyakit baru, TBC tetap membutuhkan perhatian serius dari seluruh elemen masyarakat dan sistem kesehatan untuk dapat diberantas secara menyeluruh.