TAJOM.ID – Fenomena pinjaman online atau pinjol semakin marak di tengah masyarakat, terutama sejak kemajuan teknologi digital mempermudah akses layanan keuangan. Hanya dengan ponsel pintar dan koneksi internet, dana tunai bisa cair dalam hitungan menit.
Namun, di balik kemudahan tersebut, tersembunyi berbagai risiko serius yang dapat menyeret peminjam ke dalam jeratan utang berkepanjangan dan tekanan psikologis yang berat.
Pertumbuhan Pinjol dan Masyarakat Digital
Seiring dengan pertumbuhan layanan keuangan berbasis teknologi (fintech), pinjaman online menjadi salah satu produk yang paling banyak diminati. Akses cepat, syarat minimal, serta tanpa perlu agunan menjadi daya tarik utama.
Terlebih lagi, layanan ini menjadi solusi bagi masyarakat yang tidak memiliki akses ke perbankan formal atau yang ditolak permohonan kreditnya oleh lembaga konvensional.
Namun, peningkatan jumlah aplikasi pinjol juga diikuti oleh menjamurnya penyedia layanan ilegal yang tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Lembaga tersebut mencatat ratusan entitas pinjol ilegal beroperasi tanpa pengawasan, menawarkan pinjaman dengan bunga mencekik dan praktik penagihan yang melanggar hukum.
Bunga Tinggi dan Denda Tak Masuk Akal
Salah satu bahaya terbesar dari pinjol adalah suku bunga yang sangat tinggi. Pada pinjol ilegal, bunga harian bisa mencapai lebih dari 1%, yang jika dikalkulasikan secara tahunan dapat menembus ratusan persen.
Selain bunga, denda keterlambatan yang dikenakan juga tidak masuk akal dan terus bertambah setiap hari.
Banyak kasus menunjukkan bahwa peminjam yang hanya meminjam beberapa ratus ribu rupiah bisa berakhir memiliki total utang jutaan rupiah dalam waktu singkat.
Ketidakjelasan perhitungan bunga, biaya tambahan yang tidak dijelaskan di awal, serta tidak adanya batasan maksimal utang membuat peminjam kesulitan melunasi pinjaman.
Teror Penagihan dan Pelanggaran Privasi
Praktik penagihan pinjol ilegal sering kali dilakukan dengan cara-cara yang melanggar etika dan hukum.
Teror melalui telepon, pesan berantai ke kontak pribadi, penyebaran data pribadi, hingga ancaman kekerasan menjadi modus yang umum digunakan
Tak sedikit korban yang mengalami tekanan mental berat akibat tindakan semena-mena dari pihak penagih utang.
Pelanggaran privasi menjadi isu krusial dalam praktik pinjol ilegal. Saat mengunduh aplikasi pinjaman, peminjam diminta memberikan akses ke daftar kontak, galeri foto, dan data pribadi lainnya.
Informasi ini kemudian disalahgunakan saat proses penagihan, termasuk dengan menyebarkan informasi utang ke rekan kerja, keluarga, atau atasan.
Efek Sosial dan Psikologis
Dampak pinjol tidak hanya sebatas masalah finansial. Tekanan psikologis akibat teror penagihan dapat memicu stres berat, depresi, bahkan bunuh diri. Banyak korban enggan melaporkan karena merasa malu atau takut akan konsekuensi lebih lanjut.
Secara sosial, hubungan antarindividu juga terganggu karena penyebaran data utang yang dilakukan oleh penagih.
Reputasi seseorang bisa rusak hanya karena satu kali keterlambatan membayar. Kondisi ini menciptakan stigma sosial yang sulit dipulihkan.
Peran OJK dan Langkah Penanggulangan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mengimbau masyarakat agar hanya meminjam melalui aplikasi atau penyedia pinjaman yang terdaftar dan berizin resmi. Daftar pinjol legal diperbarui secara berkala dan dapat diakses melalui situs resmi OJK.
Selain itu, Satgas Waspada Investasi juga aktif menindak pelaku pinjol ilegal dan menutup akses digital ke aplikasi dan situs yang tidak sah.
Langkah-langkah hukum terhadap pinjol ilegal juga mulai diperkuat. Kepolisian dan Kominfo bekerja sama dalam membongkar jaringan pinjol ilegal, termasuk menindak penyalahgunaan data dan ancaman kekerasan.
Namun, penegakan hukum masih dihadapkan pada tantangan besar karena banyak pelaku yang beroperasi dari luar negeri atau menggunakan identitas palsu.
Edukasi Keuangan Sebagai Tindakan Preventif
Salah satu upaya paling efektif dalam menekan dampak buruk pinjol adalah edukasi keuangan sejak dini.
Pemahaman tentang manajemen utang, bunga majemuk, serta risiko meminjam dari lembaga tidak resmi menjadi bekal penting agar masyarakat tidak mudah terjebak.
Literasi digital juga perlu ditingkatkan agar masyarakat lebih waspada terhadap aplikasi yang meminta akses tidak relevan.
Kesadaran untuk membaca syarat dan ketentuan sebelum mengunduh aplikasi pinjaman menjadi hal mendasar dalam mencegah penyalahgunaan data pribadi.
Kesimpulan
Kemudahan akses pinjaman online memberikan manfaat dalam kondisi darurat, namun sekaligus menyimpan bahaya besar jika tidak disertai kehati-hatian.
Bunga tinggi, penagihan tidak manusiawi, dan pelanggaran privasi menjadikan pinjol terutama yang ilegal sebagai ancaman nyata bagi stabilitas keuangan dan mental masyarakat.
Langkah kolektif antara regulator, penegak hukum, pelaku industri, dan masyarakat dibutuhkan untuk menciptakan ekosistem pinjaman digital yang sehat.
Perlindungan konsumen, literasi keuangan, serta penindakan tegas terhadap pelaku ilegal menjadi kunci dalam mengatasi bahaya pinjol di tengah kehidupan digital yang terus berkembang.