TAJOM.ID, JAMBI – Salah satu anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tanjung Jabung Barat diduga memiliki izin usaha pertambangan (IUP) tanah urug di Desa Terjun Jaya, Kecamatan Betara. Aktivitas pertambangan tersebut telah berlangsung selama bertahun-tahun dan memicu dugaan pelanggaran izin serta kerusakan lingkungan.
Kabupaten Tanjung Jabung Barat dikenal memiliki sumber daya alam yang melimpah. Namun, potensi kebocoran pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor pertambangan patut menjadi sorotan, seperti yang terjadi pada kegiatan pertambangan tanah urug di daerah Simpang Abadi.
Pantauan di lapangan menunjukkan adanya kerusakan ekosistem akibat aktivitas pertambangan tersebut. Lubang-lubang bekas galian dibiarkan terbuka tanpa penanganan, yang dikhawatirkan dapat membahayakan keselamatan warga di sekitarnya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, IUP tanah urug di lokasi tersebut dimiliki oleh salah satu Wakil Ketua DPRD Tanjung Jabung Barat. Luas izin yang tercatat hanya sebesar 5 hektare, namun aktivitas penggalian dan mobilisasi truk pengangkut berlangsung secara intensif, bahkan mencapai puluhan unit per hari.
Dugaan pelanggaran muncul karena volume produksi yang dihasilkan selama bertahun-tahun dinilai tidak sebanding dengan luas izin yang diberikan. Secara logis, tanah urug seluas 5 hektare tidak mampu menopang produksi sebesar itu dalam jangka waktu lama.
Perlu diketahui, pelanggaran terhadap ketentuan IUP dapat menimbulkan konsekuensi hukum dan administratif yang serius. Sanksi yang dapat dikenakan antara lain peringatan tertulis, penghentian kegiatan sementara, hingga pencabutan izin usaha pertambangan. Selain itu, pelanggar juga dapat dijatuhi denda dan pidana sesuai dengan Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Dugaan ini menjadi perhatian publik karena pemegang izin tambang diduga merupakan pejabat publik yang menjabat sebagai unsur pimpinan DPRD Tanjung Jabung Barat.
Secara etik, anggota DPRD tidak dibenarkan memiliki IUP, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini sejalan dengan:
Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
- Kode Etik DPRD, yang menekankan integritas dan larangan konflik kepentingan.
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 36/PUU-XV/2017, yang menegaskan bahwa pejabat negara, termasuk anggota DPRD, tidak boleh memiliki IUP baik secara langsung maupun melalui perantara.
Juru Bicara Koalisi Kedaulatan Rakyat Jambi (KKRJ), Putra, dalam keterangannya secara terpisah, menyatakan bahwa kepemilikan IUP oleh anggota DPRD berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.”Pertambangan yang izinnya dimiliki langsung oleh anggota DPRD sangat rawan kepentingan pribadi dan mencederai prinsip akuntabilitas publik,” ujarnya.
Berdasarkan regulasi yang ada, kepemilikan izin pertambangan oleh pejabat publik perlu ditinjau ulang agar tidak mengganggu fungsi pengawasan dan legislasi yang diemban oleh anggota dewan.