TAJOM.ID, MERANGIN – Kondisi infrastruktur yang memprihatinkan kembali mengancam keselamatan warga dan tenaga pendidik di Kabupaten Merangin, Jambi. Rombongan guru SDN 117 Desa Limbur Merangin terpaksa mempertaruhkan nyawa dengan melintasi jembatan gantung yang rusak parah dan tengah dalam masa perbaikan. Lantai jembatan yang menganga dan tali penyangga yang berkarat menjadi pemandangan mengerikan yang harus mereka hadapi demi mencapai sekolah dan mengabdikan diri pada pendidikan.
Kepala SDN 117 Merangin, Abdullah, mengungkapkan betapa ekstremnya situasi yang dihadapi para guru. Pagi itu, satu-satunya akses aman, perahu penyeberangan, tak dapat digunakan karena ketiadaan operator. Sementara itu, jembatan gantung sepanjang 114 meter yang menghubungkan Desa Simpang Limbur dan Limbur Merangin, tempat gedung madrasah sementara bagi siswa berada, dalam kondisi memprihatinkan dengan lantai yang sebagian besar telah dibongkar untuk perbaikan.
“Jembatan itu kondisinya sangat berbahaya, sedang diperbaiki dengan lantai yang sudah banyak hilang. Namun, karena siswa kami ada ujian pagi dan mayoritas tinggal di Limbur Merangin, guru-guru terpaksa mengambil risiko besar ini,” ujar Abdullah kepada Investigasi Lensa Jambi, Rabu (14/5/2025), menggambarkan betapa dilematisnya situasi yang mereka hadapi.
Saksi mata merekam bagaimana para guru dengan hati-hati, langkah demi langkah, meniti sisa-sisa taling seling besi di sisi kanan jembatan. Di bawah mereka, Sungai Batang Merangin menganga, siap menelan siapa saja yang kehilangan keseimbangan. Hanya seutas tali usang menjadi pegangan satu-satunya, di tengah absennya lantai jembatan yang seharusnya menjadi tumpuan aman. Pemandangan ini bukan hanya mengkhawatirkan, tetapi juga memilukan, menggambarkan betapa terisolasinya akses pendidikan di wilayah ini.
Pemindahan sementara kegiatan belajar mengajar ke gedung madrasah di Desa Limbur Merangin merupakan solusi pahit yang diambil demi keselamatan 80 siswa yang mayoritas berasal dari desa tersebut. “Daripada kami harus menyeberangkan puluhan siswa setiap hari melalui jembatan berbahaya ini, lebih baik guru yang mengambil risiko,” jelas Abdullah, menyiratkan betapa besar pengorbanan yang harus dilakukan.
Investigasi Lensa Jambi menemukan bahwa jembatan gantung ini adalah satu-satunya jalur vital bagi mobilitas warga kedua desa, termasuk akses menuju sekolah dan aktivitas ekonomi lainnya. Jalan alternatif yang ada kondisinya sangat buruk dan memakan waktu tempuh yang jauh lebih lama.
Perbaikan jembatan yang didanai oleh pemerintah desa Limbur Merangin saat ini fokus pada penggantian lantai yang keropos dan tali seling yang putus. Namun, masyarakat dan terutama para guru berharap lebih dari sekadar perbaikan tambal sulam. Mereka mendambakan pembangunan jembatan permanen dari beton yang kokoh, yang mampu memberikan rasa aman dan menghilangkan ancaman maut setiap kali mereka harus menyeberangi sungai demi menjalankan tugas mulia mencerdaskan anak bangsa.
“Kami sudah beberapa kali melihat pengukuran dari Dinas PUPR untuk pembangunan jembatan permanen, bahkan sudah 2 atau 3 tahun lalu. Tapi sampai sekarang belum ada realisasinya. Kami sangat berharap jembatan permanen segera dibangun, agar kami dan masyarakat tidak lagi hidup dalam ketakutan setiap kali melintas,” ungkap Abdullah dengan nada penuh harap.
Video viral yang memperlihatkan aksi nekat para guru meniti jembatan maut ini menjadi bukti nyata betapa ekstremnya kondisi infrastruktur di wilayah tersebut. Unggahan akun Instagram @rinidiansukma dengan jelas memperlihatkan bagaimana empat orang guru berjuang melewati jembatan tanpa lantai, hanya berpegangan pada tali yang terlihat rapuh. “Perjuangan ibu guru menuju sekolah, melewati jembatan rusak yang sedang perbaikan. Semoga bisa dibangun jembatan permanen biar nggak rusak terus jembatan gantungnya,” tulis keterangan dalam video tersebut, sebuah harapan yang juga menjadi jeritan hati seluruh masyarakat Limbur Merangin.
Kisah pilu ini menjadi tamparan keras bagi pemerintah daerah dan pusat. Di tengah semangat mencerdaskan kehidupan bangsa, para guru di Merangin justru harus mempertaruhkan nyawa setiap hari demi menjalankan amanah. Kondisi jembatan gantung yang rusak parah bukan hanya menghambat akses pendidikan, tetapi juga mengancam nyawa. Janji pembangunan jembatan permanen yang tak kunjung terealisasi semakin menambah keputusasaan. Sampai kapan para pahlawan pendidikan ini harus berjuang di tengah ancaman maut demi masa depan anak-anak bangsa. (Arn)