TAJOM.ID, NTT – Dibalik situasi darurat pendisikan tinggi di Nusa Tenggara Timur (NTT), Dewan Pimpinan Cabang Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPC GMNI) Kefamenanu menyampaikan sikap politik , khususnya menyangkut:
Pertama, Mandeknya validasi data mahasiswa penerima beasiswa KIP Kuliah dan beasiswa daerah, termasuk kerja sama Pemda TTU – STIKES Nusantara Kupang.
Kedua, Ribuan mahasiswa dari keluarga tidak mampu terancam tidak diakui status akademiknya karena tidak memiliki Nomor Induk Mahasiswa Nasional (NIM) dan tidak masuk dalam Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDIKTI).
Ketiga, Dugaan pungutan liar dalam proses validasi oleh oknum di lingkungan LLDIKTI XV, yang kini telah diinvestigasi oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Dikti.
Keempat, Klarifikasi sepihak LLDIKTI XV, yang tidak menyentuh persoalan utama, terutama yang berkaitan dengan beasiswa daerah dan tanggung jawab lembaga terhadap validasi administratif.
FAKTA YANG KAMI CATAT:
1. Mahasiswa peserta beasiswa daerah telah menjalani kuliah aktif namun statusnya tidak diakui oleh sistem pendidikan nasional.
2. Pemda TTU sebagai penandatangan MoU dengan STIKES Nusantara tidak memastikan validitas administratif mahasiswa, sehingga program ini kehilangan legitimasi akademik.
3. Klarifikasi LLDIKTI XV mengandung kontradiksi: di satu sisi menyatakan tidak berwenang memproses beasiswa daerah, tetapi di sisi lain mengakui adanya praktik pungli yang melibatkan internal mereka.
4. Mekanisme koordinasi antara kampus, Pemda, LLDIKTI, dan Kementerian Dikti sangat lemah, sehingga menimbulkan ruang gelap yang merugikan mahasiswa.
5. Hingga kini, belum ada solusi konkret dan terukur dari pemerintah pusat maupun Pemda TTU terhadap nasib ribuan mahasiswa yang terdampak.
ANALISIS KRITIS GMNI :
1. Masalah ini bukan semata birokrasi, tetapi bentuk pengabaian terhadap hak konstitusional warga negara untuk memperoleh pendidikan.
2. Pemerintah Daerah TTU harus memikul tanggung jawab penuh, karena telah mengikat ribuan mahasiswa dalam program beasiswa yang tidak terjamin validasinya.
3. LLDIKTI XV tidak bisa cuci tangan, karena fungsi pengawasan dan pembinaan perguruan tinggi swasta adalah mandat langsung dari Kementerian Dikti.
4. Ketertutupan informasi, lambannya penanganan, dan minimnya koordinasi lintas kelembagaan menunjukkan kegagalan sistemik dalam tata kelola pendidikan tinggi di wilayah 3T.
DARI FAKTA DAN ANALISIS DI ATAS GMNI KEFAMENANU MENYATAKAN SIKAP SBB:
1. Menuntut Pemerintah Daerah TTU:
Pertama, Segera membuka dokumen MoU antara Pemda TTU dan STIKES Nusantara kepada publik.
Kedua, Mengawal dan menjamin validasi administratif seluruh mahasiswa peserta beasiswa, agar segera tercatat di PDDIKTI.
Ketiga, Bertanggung jawab secara hukum, politik, dan moral atas nasib mahasiswa yang menjadi korban dari program yang tidak matang secara teknis dan administratif.
2. Menuntut LLDIKTI XV:
Pertama, Segera mengeluarkan langkah korektif untuk menyelesaikan validasi mahasiswa beasiswa daerah bersama perguruan tinggi dan Pemda.
Kedua, Mempublikasikan hasil audit Inspektorat Jenderal terkait dugaan pungli dan memberikan sanksi tegas kepada pelaku.
Ketiga, Mengadakan forum terbuka bersama publik dan mahasiswa agar ada transparansi dalam layanan validasi pendidikan tinggi di NTT.
3. Mendesak Kementerian Dikti dan Komisi X DPR RI:
Pertama, Mengambil alih koordinasi penanganan validasi mahasiswa beasiswa daerah di wilayah NTT.
Kedua, Melakukan audit menyeluruh terhadap kinerja LLDIKTI XV, baik dari aspek pelayanan, integritas, hingga tanggung jawab kelembagaan.
Ketiga, Merevisi sistem distribusi dan pengawasan beasiswa daerah agar tidak ada lagi kekosongan administrasi yang merugikan mahasiswa.
4. Mendorong DPRD TTU:
Pertama, Segera menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan menghadirkan Bupati TTU, Dinas Pendidikan, STIKES Nusantara, dan perwakilan mahasiswa.
Kedua, Membentuk panitia khusus (Pansus) untuk menginvestigasi potensi pelanggaran dalam pelaksanaan beasiswa daerah dan penggunaannya dalam APBD.
5. Mengajak Seluruh Elemen Gerakan Mahasiswa dan Masyarakat Sipil:
Pertama, Bersatu dalam gerakan kolektif untuk membela hak pendidikan anak-anak desa.
Kedua, Mengecam segala bentuk komersialisasi dan politisasi pendidikan yang menjadikan mahasiswa sebagai objek, bukan subjek pembangunan.
Akhirnya, Pendidikan bukan barang dagangan.
Anak-anak desa bukan korban eksperimen kebijakan.
Negara, dalam hal ini pemerintah pusat dan daerah, wajib hadir untuk menjamin akses, mutu, dan keadilan pendidikan bagi semua rakyat termasuk di wilayah tertinggal seperti TTU.
Jika keadilan pendidikan tidak ditegakkan hari ini, maka kita sedang menyiapkan kehancuran masa depan bangsa.
Hidup Mahasiswa!
Hidup Rakyat!
Lawan Ketidakadilan Pendidikan!
Oleh : DPC GMNI KEFAMENANU