TAJOM.ID, BUNGO – Kekecewaan mendalam atas hasil audiensi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bungo pada Senin (28/4/2025) lalu, terkait maraknya Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI), mendorong sejumlah organisasi kepemudaan (OKP) dan mahasiswa kembali melayangkan surat audiensi. Sebelumnya, audiensi tersebut dinilai tidak menghasilkan solusi konkret terkait tindakan yang akan diambil oleh DPRD Kabupaten Bungo.
Imbas dari kekecewaan tersebut, Koordinator Lapangan (Korlap) audiensi sebelumnya, Zikri Julian Saputra, menyatakan pengunduran dirinya dariForum OKP dan Mahasiswa Kabupaten Bungo pada Rabu (30/4/2025) malam.
Surat audiensi lanjutan telah dilayangkan oleh sejumlah OKP dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Kabupaten Bungo pada Senin (6/5/2025). Koordinator lapangan audiensi kali ini, Nazri, menjelaskan bahwa tuntutan utama mereka adalah agar DPRD Kabupaten Bungo mengevaluasi dan mengkaji ulang program kerja Kapolres Bungo terkait “Zero PETI” yang diterbitkan pada tahun 2024.
“Audiensi kali ini menuntut DPRD Kabupaten Bungo mengevaluasi dan mengkaji kembali program kerja Kapolres Bungo tentang Zero Peti yang diterbitkan di tahun 2024, yang dinilai tidak pro terhadap rakyat kecil,” ujar Nazri.
Nazri juga menambahkan bahwa perlu ada kajian dalam penambangan PETI.
“Ini bukan bentuk penolakan kami terhadap Zero Peti. Jika Zero Peti adalah program yang dikhususkan untuk pemberantasan PETI menggunakan alat berat, kami mendukung penuh. Namun, untuk PETI yang menggunakan alat lain seperti dompeng, robin, dan mendulang, perlu adanya pengkajian yang lebih mendalam.”
Seorang pelaku PETI yang enggan disebutkan namanya turut memberikan pandangannya. “Kami ini SMP saja tidak lulus, bagaimana kami mau cari kerja? Lebih enak kami mendompeng saja, tidak butuh ijazah.”
Audiensi kali ini diinisiasi oleh Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Bungo, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Bungo, serta Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dari Institut Administrasi dan Kesehatan Setih Setio, dan Institut Agama Islam Yasni (IAIY) Muara Bungo.
Presiden Mahasiswa Institut Administrasi dan Kesehatan Setih Setio, Adit, menekankan pentingnya mempertimbangkan kondisi sosial dalam pembuatan kebijakan.
“Jika sebuah kebijakan/program dibuat atas landasan undang-undang tanpa penyesuaian kondisi sosial suatu wilayah, maka kebijakan/program tersebut perlu dipertanyakan peruntukannya,” katanya.
Nazri kembali menyampaikan harapan dari pihak mahasiswa dan OKP.
“Harapan kami ada suatu solusi ataupun kebijakan yang dapat diterbitkan oleh DPRD Kabupaten Bungo mengenai PETI ini. Bukan hanya dari kajian lingkungan hidup, namun juga dari kajian ekonomi dan sosial masyarakat,” pungkasnya. (*)