TAJOM.ID, TANJABBAR – Aktivitas pertambangan di Kabupaten Tanjung Jabung Barat terus menjadi sorotan. Salah satunya adalah pertambangan tanah urug di Desa Terjun Jaya, Kecamatan Betara, yang diduga melanggar aturan dan etika pejabat publik.
Tambang tersebut diketahui telah beroperasi selama bertahun-tahun dan menimbulkan kerusakan lingkungan. Lubang-lubang bekas galian yang tidak ditutup kembali membahayakan masyarakat sekitar. Di tengah aktivitas yang terus berjalan, izin tambang tersebut ternyata dimiliki oleh salah satu Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tanjung Jabung Barat.
Christian Napitupulu, Ketua Koalisi Kedaulatan Rakyat Jambi (KKRJ) menilai, kepemilikan Izin Usaha Pertambangan (IUP) oleh anggota DPRD merupakan bentuk konflik kepentingan yang bertentangan dengan etika dan peraturan perundang-undangan.
“Aktivitas pertambangan di lokasi ini cukup masif, dengan puluhan truk melintas setiap hari, terutama di musim proyek. Meski izin hanya mencakup area seluas 5 hektare, tambang tersebut telah menghasilkan ribuan kubik tanah urug selama bertahun-tahun. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa operasi tambang telah melebihi batas izin yang diberikan,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Tajom.id pada Senin, (30/6/2025).
Selain itu, pemerintah daerah juga dinilai lalai dalam memaksimalkan potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pertambangan.Kebocoran PAD diduga terjadi karena kurangnya pengawasan dan tidak adanya pos pemeriksaan tonase di lokasi tambang.
“Pemerintah daerah seharusnya menegakkan perda retribusi dan membuat pos administrasi untuk mengecek tonase yang keluar dari mulut tambang. Jika tidak, potensi kerugian PAD akan terus terjadi, apalagi menjelang pembangunan jalan tol sesi 4 Jambi–Rengat,” tegasnya.
Secara hukum, sejumlah aturan menegaskan bahwa pejabat negara, termasuk anggota DPRD, tidak boleh memiliki izin tambang:
- UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
- UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
- Kode Etik DPRD, yang mewajibkan anggota untuk menghindari konflik kepentingan.
- Putusan Mahkamah Konstitusi No. 36/PUU-XV/2017, yang melarang pejabat negara memiliki IUP secara langsung maupun tidak langsung.
KKRJ meminta agar aparat penegak hukum dan instansi terkait segera turun tangan mengusut dugaan pelanggaran ini demi menjaga integritas lembaga legislatif dan menyelamatkan lingkungan serta potensi PAD daerah. (Crl)