TAJOM.ID – Pembangunan Islamic Center Jambi semestinya menjadi simbol spiritual dan kemajuan peradaban Islam di tanah Melayu. Namun, di balik dinding-dinding megah yang belum rampung sempurna itu, terselip aroma busuk praktik korupsi yang mulai terendus publik. Sebuah proyek yang dibangun atas nama agama, ternyata justru menunjukkan betapa agama bisa diperalat untuk membungkus kepentingan kotor oknum-oknum yang serakah.
Proyek ini bukanlah proyek kecil. Ia dibangun dengan anggaran miliaran rupiah dari APBD—uang rakyat—yang seharusnya digunakan secara efisien dan amanah. Namun apa yang terjadi di lapangan sungguh mencederai akal sehat: kualitas konstruksi yang buruk, retakan pada bangunan, material yang tidak sesuai spesifikasi, hingga keterlambatan yang tidak masuk akal. Fakta-fakta ini membuat publik bertanya: ke mana larinya uang itu?
Jika benar ada penyelewengan, maka ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap kepercayaan umat. Korupsi dalam proyek rumah ibadah bukan hanya pelanggaran hukum, tapi juga kejahatan moral dan spiritual. Pelakunya bukan hanya mencuri uang rakyat, tapi juga mencederai kesucian tempat yang seharusnya menjadi pusat dakwah dan pendidikan Islam.
Ironisnya, proyek ini dibungkus dengan narasi “syiar Islam” dan “kebanggaan daerah”. Retorika religius digunakan untuk meredam kritik publik, sementara para pelaku mungkin sedang sibuk menghitung laba haram di balik layar. Inilah wajah korupsi yang paling menjijikkan: menjual agama demi proyek mercusuar, demi pencitraan politik, demi keuntungan pribadi.
Kita harus berhenti memaklumi korupsi berjubah religius. Ini bukan sekadar “proyek gagal” atau “mismanajemen anggaran”. Ini adalah bentuk kemunafikan struktural yang menggunakan simbol-simbol kesucian untuk memuluskan kejahatan. Proyek Islamic Center Jambi adalah contoh nyata bagaimana nilai-nilai agama dirusak oleh kerakusan birokrasi.
Sudah saatnya audit investigatif dilakukan secara menyeluruh, bukan hanya formalitas administratif. Jika terbukti ada indikasi korupsi, para pelaku—dari level kontraktor hingga pejabat pengambil kebijakan—harus diproses hukum tanpa pandang bulu. Jangan beri ruang sedikit pun bagi mereka yang mencoreng nama Islam demi memperkaya diri.
Jambi, dan Indonesia, tidak butuh monumen megah yang dibangun dengan uang haram. Kita butuh kejujuran, keteladanan, dan pembangunan yang berangkat dari integritas. Jika Islamic Center ingin menjadi pusat peradaban Islam, maka fondasinya harus dibangun di atas keadilan, bukan dusta.
Oleh : Muhammad Munip Sunarja, Mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas Jambi